Rabu, 24 Desember 2008

Yang Manakah Karakter Anda…….?

Ini adalah suatu permainan untuk mengetahui sifat serta karakter anda yang telah sangat terkenal di Jepang KOKOLOGY.

1. Burung berwarna Biru…
Suatu hari ada seekor burung tiba-tiba masuk kerumah anda dan terperangkap didalamnya, andapun berniat untuk memeliharanya, namun ada suatu keanehan yang terjadi pada burung tersebut.

  • Pada hari pertama warna burung tersebut berubah dari biru menjadi kuning,
  • Hari kedua berubah lagi dari kuning menjadi merah terang,
  • Hari ketiga berubah lagi menjadi hitam.
Dan coba pikirkan akan berubah menjadi warna apakah burung tersebut di hari berikutnya, coba pilih salah satu…..

1. Tetap Hitam.
2. kembali menjadi warna biru.
3. menjadi warna putih.
4. menjadi warna emas.

2. Dibawah langit biru
Bayangkan anda ada disebuah dataran dengan langit yang begitu biru, dan sekali lagi bayangkan sebuah tempat dimana anda merasa nyaman dan tentram. Pilih salah satu dari 4 tempat dibawah ini…

1. dataran yang dipenuhi salju putih.
2. lautan biru.
3. gunung yang hijau.
4. padang yang dipenuhi bungan bewarna kuning.

Jawaban: Burung berwarna Biru…

1. Burung tetap bewarna Hitam.
Menggambarkan bahwa diri anda adalah seorang yang memilik pandangan yang pesimis. Apakah anda cenderung percaya bahwa sekali situasi menjadi buruk, maka tidak akan kembali normal? mungkin anda harus mencoba berpikir, ‘’jika situasi sudah sangat buruk, maka tidak akan berubah menjadi lebih buruk lagi. Ingatlah tidak ada hujan yang tak berhenti. dan tidak ada malam yang terus gelap dimana tidak ada fajar".

2. Burung berubah kembali menjadi biru.
Menggambarkan bahwa diri anda adalah seorang yang Optimis. Anda percaya bahwa hidup adalah campuran dari baik dan buruk. tidakada gunanya melawan kenyataan. Anda menerima kemalangan dengan tenang dan membiarkan segala sesuatunya berjalan sesuai dengan jalur tanpa stres dan kuatir. Harapan ini membuat anda menjalani gelombang kemalangan tanpa terhanyut didalamnya.

3. Burung berubah menjadi Putih.
Mereka yang mengatakan bahwa burung akan berubah warna menjadi putih adalah orang tenang dan tegas dibawah tekanan. Anda tidak perlu menghabiskan waktu hanya untuk resah dan tidak mengambil keputusan ketika krisis timbul. Jika situasi memburuk, anda merasa lebih baik membuang kekalahan dan mencari cara baru mencapai sasaran daripada berhenti dalam kesedihan yang tak perlu. Pendekatan proaktif ini berarti segala sesuatu secara alami berjalan dengan lancar.

4. Burung berubah menjadi warna Emas.
Meraka yang berkata burung akan berubah menjadi warna emas,adalah seseorang yang tidak memiliki rasa takut. Anda tidak mengenal tekanan. bagi anda, setiap krisis adalah sebuah kesempatan. anda dapat dibandingkan dengan Napoleon, yang berkata "…Mustahil : Kata itu bukan bahasa perancis." tapi berhati-hatilah untuk tidak membiarkan kepercayaan diri yang tidak terbatas mengalahkan anda. Ada batas yang tipis antara tidak memiliki rasa takut dan membabi buta.

Jawaban: Dibawah langit Biru.

1. Dataran yang dipenuhi salju Putih.
Anda diberkati oleh sensitivitas khusus yang membuat anda mengerti dengan pandangan sekilas dan menguraikan masalah yang rumit tanpa membutuhkan bukti atau penjelasan. Anda memiliki kemampuan untuk membuat keputusan dan bahkan menjadi seorang Visioner. Percayailah selalu intuisi anda yang pertama, mereka akan menuntun anda dengan baik.

2. Lautan Biru
Anda memiliki bakat alami untuk hubungan antar pribadi. Orang-orang menghormati kemampuan anda berkomunikasi dengan orang lain dan cara anda membantu bermacam-macam kelompok bersama-sama. Hanya dengan berada disana, anda membantu orang lain bekerja dengan lebih lancar dan efisien, membuat anda menjadi seorang anggota yang sangat berharga dalam suatu proyek atau tim. Ketika anda berkata " bagus, teruskan kerja anda yang baik," orang-orang tahu anda mengatakan yang sebenarnya. Jadi kata-kata itu sangat berarti bagi mereka yang mendengarkannya.

3. Gunung Yang Hijau.
Bakat anda adalah berkomunikasi yang ekspresif. anda selalu dapat menemukan kata-kata untuk mengekspresikan apa yang dirasakan. Orang-orang segera menyadari itu juga sama persis dengan yang mereka rasakan. Mereka berkata bahwa berbagi kebahagiaan semakin menjadi berlipat ganda, sementara berbagi duka membuat kita semakin terpisah. Anda nampak selalu dapat menolong orang lain dan menemukan sisi yang benar dalam komunikasi.

4. padang yang penuh dengan bunga berwarna Kuning.
Anda adalah sumber pengetahuan dan kreativitas, penuh dengan gagasan dan potensi yang hampir tak terbatas. Tetaplah menyesuaikan diri terhadap perasaan orang lain dan jangan pernah berhenti membangun mimpi. Tidak ada apapun yang tidak bisa anda capai.

Rabu, 10 Desember 2008

Memecahkan Rekor

Setiap orang yang berhasrat besar untuk menjadi manusia yang lebih baik perlu merenungkan kata-kata Stuart B. Johnson berikut ini: “Urusan kita dalam kehidupan ini bukanlah untuk mendahului orang lain, tetapi untuk melampaui diri kita sendiri, untuk memecahkan rekor kita sendiri, dan untuk melampaui hari kemarin dengan hari ini.”

Dalam era hiper kompetisi dewasa ini, bagaimana kita memahami kalimat yang demikian itu? Bukankah kita harus bersaing dengan orang lain, dengan siapa saja yang berusaha mengalahkan kita? Jika demikian cara berpikir kita, maka cerita yang dikirim seorang kawan berikut ini mungkin menarik untuk menjadi bahan renungan.

LOMPATAN SI BELALANG…. .
Di suatu hutan, hiduplah seekor belalang muda yang cerdik. Belalang muda ini adalah belalang yang lompatannya paling tinggi di antara sesama belalang yang lainnya. Belalang muda ini sangat membanggakan kemampuan lompatannya ini. Sehari-harinya belalang tersebut melompat dari atas tanah ke dahan-dahan pohon yang tinggi, dan kemudian makan daun-daunan yang ada di atas pohon tersebut. Dari atas pohon tersebut belalang dapat melihat satu desa di kejauhan yang kelihatannya indah dan sejuk. Timbul satu keinginan di dalam hatinya untuk suatu saat dapat pergi ke sana.

Suatu hari, saat yang dinantikan itu tibalah. Teman setianya, seekor burung merpati, mengajaknya untuk terbang dan pergi ke desa tersebut. Dengan semangat yang meluap-luap, kedua binatang itu pergi bersama ke desa tersebut. Setelah mendarat mereka mulai berjalan-jalan melihat keindahan desa itu. Akhirnya mereka sampai di suatu taman yang indah berpagar tinggi, yang dijaga oleh seekor anjing besar. Belalang itu bertanya kepada anjing, “Siapakah kamu, dan apa yang kamu lakukan di sini?”
“Aku adalah anjing penjaga taman ini. Aku dipilih oleh majikanku karena aku adalah anjing terbaik di desa ini,” jawab anjing dengan sombongnya.

Mendengar perkataan si anjing, panaslah hati belalang muda. Dia lalu berkata lagi, “Hmm, tidak semua binatang bisa kau kalahkan. Aku menantangmu untuk membuktikan bahwa aku bisa mengalahkanmu. Aku menantangmu untuk bertanding melompat, siapakah yang paling tinggi diantara kita.”
“Baik,” jawab si anjing. “Di depan sana ada pagar yang tinggi. Mari kita bertanding, siapakah yang bisa melompati pagar tersebut.”
Keduanya lalu berbarengan menuju ke pagar tersebut. Kesempatan pertama adalah si anjing. Setelah mengambil ancang-ancang, anjing itu lalu berlari dengan kencang, melompat, dan berhasil melompati pagar yang setinggi orang dewasa tersebut tersebut. Kesempatan berikutnya adalah si belalang muda. Dengan sekuat tenaga belalang tersebut melompat. Namun, ternyata kekuatan lompatannya hanya mencapai tiga perempat tinggi pagar tersebut, dan kemudian belalang itu jatuh kembali ke tempatnya semula. Dia lalu mencoba melompat lagi dan melompat lagi, namun ternyata gagal pula.

Si anjing lalu menghampiri belalang dan sambil tertawa berkata, “Nah, belalang, apa lagi yang mau kamu katakan sekarang? Kamu sudah kalah.”
“Belum,” jawab si belalang. “Tantangan pertama tadi kamu yang menentukan. Beranikah kamu sekarang jika saya yang menentukan
tantangan kedua?”
“Apa pun tantangan itu, aku siap,” tukas si anjing.
Belalang lalu berkata lagi, “Tantangan kedua ini sederhana saja. Kita berlomba melompat di tempat. Pemenangnya akan diukur bukan dari seberapa tinggi dia melompat, tapi diukur dari lompatan yang dilakukan tersebut berapa kali tinggi tubuhnya.”
Anjing kembali yang mencoba pertama kali. Dari hasil lompatannya, ternyata anjing berhasil melompat setinggi empat kali tinggi tubuhnya. Berikutnya adalah giliran si belalang. Lompatan belalang hanya setinggi setengah dari lompatan anjing, namun ketinggianlompatan tersebut ternyata setara dengan empat puluh kali tinggi tubuhnya. Dan belalang pun menjadi pemenang untuk lomba yang kedua ini. Kali ini anjing menghampiri belalang dengan rasa kagum. “Hebat. Kamu menjadi pemenang untuk perlombaan kedua ini. Tapi pemenangnya belum ada. Kita masih harus mengadakan lomba ketiga,” kata si anjing.
“Tidak perlu,” jawab si belalang. “Karena, pada dasarnya pemenang dari setiap perlombaan yang kita adakan adalah mereka yang menentukan standar perlombaannya. Pada saat lomba pertama kamu yang menentukan standar perlombaannya dan kamu yang menang. Demikian pula lomba kedua saya yang menentukan, saya pula yang menang.” “Intinya adalah, kamu dan saya mempunyai potensi dan standar yang berbeda tentang kemenangan. Adalah tidak bijaksana membandingkan potensi kita dengan yang lain. Kemenangan sejati adalah ketika dengan potensi yang kamu miliki, kamu bisa melampaui standar dirimu sendiri. Iya nggak sih?”

Cerita sederhana di atas pernah membuat saya malu pada diri sendiri. Ketika masih berumur awal 30-an tahun, betapa sering saya membanding-bandingkan diri saya dengan orang lain. Membandingkan antara profesi saya dengan profesi si Anu, antara pendapatan saya dan pendapatan si Banu, antara mobil saya dengan mobil si Canu, antara kesuksesan saya dengan kesuksesan si Danu, dan seterusnya. Hasilnya? Ada kalanya muncul perasaan-perasaan negatif, seperti iri hati atau kecewa pada diri sendiri, yang menganiaya rasa syukur atas kehidupan. Namun kala yang lain muncul juga semacam motivasi untuk bisa lebih maju dan berusaha lebih tekun agar bisa melampaui orang lain (pesaing?).

Belakangan, saya menemukan cara bersaing yang lebih cocok untuk diri sendiri. Saya mulai mengukur kemajuan saya tahun ini berdasarkan prestasi saya tahun kemarin. Saya tetapkan bahwa tahun ini saya harus lebih sehat dari tahun kemarin; pendapatan dan sumbangan tahun ini diupayakan lebih tinggi dari tahun lalu; pengetahuan yang disebarkan tahun ini ditingkatkan dari tahun silam; relasi dan tali silahturahmi juga direntangkan lebih lebar; kualitas ibadah diperdalam; perbuatan baik dipersering; dan seterusnya. Dengan cara ini, saya ternyata lebih mampu mengatasi penyakit-penyakit seperti iri hati, dengki, dan rasa kecewa pada diri. Berlomba untuk memecahkan rekor pribadi yang baru, melampaui rekor yang tercapai di masa lalu, ternyata menimbulkan keasyikan dan rasa syukur yang membahagiakan. Mungkin benar kata orang bijak dulu: kemenangan sejati bukanlah kemenangan atas orang lain, melainkan kemenangan atas hawa nafsu diri sendiri. Setujukah?

Sumber: Memecahkan Rekor oleh Andrias Harefa.

Bergerak

“Sebagian besar orang yang melihat belum tentu bergerak, dan yang bergerak belum tentu menyelesaikan (perubahan). ”

Kalimat ini mungkin sudah pernah Anda baca dalam buku baru Saya, “ChaNge”. Minggu lalu, dalam sebuah seminar yang diselenggarakan Indosat, iseng-iseng Saya mengeluarkan dua lembaran Rp 50.000. Ditengah-tengah ratusan orang yang tengah menyimak isi buku, Saya tawarkan uang itu. “Silahkan, siapa yang mau boleh ambil,” ujar Saya. Saya menunduk ke bawah menghindari tatapan ke muka audiens sambil menjulurkan uang Rp 100.000.


Seperti yang Saya duga, hampir semua audiens hanya diam terkesima. Saya ulangi kalimat Saya beberapa kali dengan mimik muka yang lebih serius. Beberapa orang tampak tersenyum, ada yang mulai menarik badannya dari sandaran kursi, yang lain lagi menendang kaki temannya. Seorang ibu menyuruh temannya maju, tetapi mereka semua tak bergerak. Belakangan, dua orang pria maju ke depan sambil celingak-celinguk. Orang yang maju dari sisi sebelah kanan mulanya bergerak cepat, tapi ia segera menghentikan langkahnya dan termangu, begitu melihat seseorang dari sisi sebelah kiri lebih cepat ke depan. Ia lalu kembali ke kursinya.


Sekarang hanya tinggal satu orang saja yang sudah berada di depan Saya. Gerakannya begitu cepat, tapi tangannya berhenti manakala uang itu disentuhnya. Saya dapat merasakan tarikan uang yang dilakukan dengan keragu-raguan. Semua audiens tertegun.


Saya ulangi pesan Saya, “Silahkan ambil, silahkan ambil.” Ia menatap wajah Saya, dan Saya pun menatapnya dengan wajah lucu. Audiens tertawa melihat keberanian anak muda itu. Saya ulangi lagi kalimat Saya, dan Ia pun merampas uang kertas itu dari tangan Saya dan kembali ke kursinya. Semua audiens tertawa terbahak-bahak. Seseorang lalu berteriak, “Kembalikan, kembalikan!” Saya mengatakan, “Tidak usah. Uang itu sudah menjadi miliknya.”

Setidaknya, dengan permainan itu seseorang telah menjadi lebih kaya Rp.100.000. Saya tanya kepada mereka, mengapa hampir semua diam, tak bergerak. Bukankah uang yang Saya sodorkan tadi adalah sebuah kesempatan? Mereka pun menjawab dengan berbagai alasan:

“Saya pikir Bapak cuma main-main ………… ”
“Nanti uangnya toh diambil lagi.”
“Malu-maluin aja.”
“Saya tidak mau kelihatan nafsu. Kita harus tetap terlihat cool!”
“Saya enggak yakin bapak benar-benar akan memberikan uang itu …..”
“Pasti ada orang lain yang lebih membutuhkannya. …”
“Saya harus tunggu dulu instruksi yang lebih jelas…..”
“Saya takut salah, nanti cuma jadi tertawaan doang……. ..”
“Saya, kan duduk jauh di belakang…”
dan seterusnya.


Saya jelaskan bahwa jawaban mereka sama persis dengan tindakan mereka sehari-hari. Hampir setiap saat kita dilewati oleh rangkaian opportunity (kesempatan) , tetapi kesempatan itu dibiarkan pergi begitu saja. Kita tidak menyambarnya, padahal kita ingin agar hidup kita berubah. Saya jadi ingat dengan ucapan seorang teman yang dirawat di sebuah rumah sakit jiwa di daerah Parung. Ia tampak begitu senang saat Saya dan keluarga membesuknya. Sedih melihat seorang sarjana yang punya masa depan baik terkerangkeng dalam jeruji rumah sakit bersama orang-orang tidak waras. Saya sampai tidak percaya ia berada di situ. Dibandingkan teman-temannya, ia adalah pasien yang paling waras. Ia bisa menilai “gila” nya orang di sana satu persatu dan berbicara waras dengan Saya. Cuma, matanya memang tampak agak merah. Waktu Saya tanya apakah ia merasa sama dengan mereka, ia pun protes. “Gila aja….ini kan gara-gara saudara-saudara Saya tidak mau mengurus Saya. Saya ini tidak gila.
Mereka itu semua sakit…..”. Lantas, apa yang kamu maksud ’sakit’?”

“Orang ’sakit’ (gila) itu selalu berorientasi ke masa lalu, sedangkan Saya selalu berpikir ke depan. Yang gila itu adalah yang selalu
mengharapkan perubahan, sementara melakukan hal yang sama dari hari ke hari…..,” katanya penuh semangat.” Saya pun mengangguk-angguk.


Pembaca, di dalam bisnis, gagasan, pendidikan, pemerintahan dan sebagainya, Saya kira kita semua menghadapi masalah yang sama. Mungkin benar kata teman Saya tadi, kita semua mengharapkan perubahan, tapi kita tak tahu harus mulai dari mana. Akibatnya kita semua hanya melakukan hal yang sama dari hari ke hari, Jadi omong kosong perubahan akan datang. Perubahan hanya bisa datang kalau orang-orang mau bergerak bukan hanya dengan omongan saja.


Dulu, menjelang Soeharto turun orang-orang sudah gelisah, tapi tak banyak yang berani bergerak. Tetapi sekali bergerak, perubahan seperti menjadi tak terkendali, dan perubahan yang tak terkendali bisa menghancurkan misi perubahan itu sendiri, yaitu perubahan yang menjadikan hidup lebih baik. Perubahan akan gagal kalau pemimpin-pemimpinny a hanya berwacana saja. Wacana yang kosong akan destruktif.


“Manajemen tentu berkepentingan terhadap bagaimana menggerakkan orang-orang yang tidak cuma sekedar berfikir, tetapi berinisiatif, bergerak, memulai, dan seterusnya.”

Get Started. Get into the game. Get into the playing field, Now. Just do it!

“Janganlah mereka dimusuhi, jangan inisiatif mereka dibunuh oleh orang-orang yang bermental birokratik yang bisanya cuma bicara di dalam rapat dan cuma membuat peraturan saja.”

Makanya tranformasi harus bersifat kultural, tidak cukup sekedar struktural. Ia harus bisa menyentuh manusia, yaitu manusia-manusia yang aktif, berinisiatif dan berani maju.


Manusia pemenang adalah manusia yang responsif. Seperti kata Jack Canfield, yang menulis buku Chicken Soup for the Soul, yang membedakan antara winners dengan losers adalah :

“Winners take action…they simply get up and do what has to be done…”.


Selamat bergerak!

Rhenald Kasali


Sabtu, 06 Desember 2008

Mengenal Aral Kreativitas

Kreatifitas adalah jantung dari inovasi. Tanpa kreatifitas tidak akan ada inovasi. Sebaliknya, semakin tinggi kreatifitas, jalan ke arah inovasi semakin lebar pula. Sayangnya, banyak pendapat keliru tentang kreatifitas. Misalnya, kreatifitas itu hanya dimiliki segelintir orang berbakat. Lebih salah kaprah lagi, kreatifitas itu pembawaan sejak lahir. John Kao, pengarang buku Jamming: The Art and Discipline in Bussiness Creativity, (1996), membantah pendapat ini. "Kita semua memiliki kemampuan kreatif yang mengagumkan. Dan benar kreatifitas bisa diajarkan dan dipelajari," kata Kao.

Kreatifitas selalu dimiliki orang berkemampuan akademik dan kecerdasan yang tinggi. Ini juga pendapat keliru. Berbagai penelitian membuktikan, sekalipun kreatifitas bisa dirangsang dan ditingkatkan dengan latihan, namun tidak berarti orang cerdas dan berkemampuan akademik tinggi otomatis bisa kreatif. Lagi pula, untuk jadi kreatif ternyata tidak cukup berbekal skill dan kemampuan kreatif belaka. John G. Young, pengarang buku berjudul Will and Won't: Autonomy and Creativity Blocks (2002), berkesimpulan bahwa kreatifitas juga membutuhkan kemauan atau motivasi. Mengapa?

"Sebab memiliki ketrampilan, bakat, dan kemampuan kreatif tidak otomatis membuat seseorang melakukan aktivitas yang menghasilkan output kreatif. Ia bisa memilih tidak melakukan aktivitas kreatif. Jadi faktor dorongan atau motivasi sangat penting di sini," tegas Young.

Creativity blocks

Pendapat-pendapat di atas diperkuat oleh Madhukar Shukla, pengarang buku The Creative Muse: Story of Creativity and Innovation. Ia menyatakan, "Beda antara orang kreatif dan yang tidak hanyalah pada kemampuan orang kreatif dalam menghalau aral (penghalang) kemampuan kreatifitas."

Paparan-paparan para pakar di atas makin menegaskan bahwa semua orang memiliki karunia yang menakjubkan dalam hal kreatifitas. Namun, sekalipun semua orang berpotensi dan punya bakat kreatif, ada penghalang tertentu yang menyebabkan adanya kecenderungan orang yang satu bisa lebih kreatif daripada yang lain. Ini menghantarkan kita pada pertanyaan; bagaimana cara menghilangkan aral atau penghalang-penghalang kreatifitas tersebut?

Tentu saja langkah awalnya adalah dengan mengenali anatomi aral kreatifitas. Ringkasnya, aral kreatifitas (creativity block) adalah kondisi internal maupun eksternal (lingkungan) yang menghalangi proses kreatif. Aral internal berasal dari dalam diri individu sendiri dan bisa berbentuk pola pikir, paradigma, keyakinan, ketakutan, motivasi, dan kebiasaan.

Ada kalanya seseorang mempunyai bakat-bakat kreatif dan tertantang untuk mengembangkannya. Sayang, lingkungan sekitar bukannya mendukung dan mewadahi, namun malah menghalanginya. Kondisi lingkungan yang menghambat kreatifitas dan ini bisa berupa aral sosial, organisasi, dan kepemimpinan. Secara singkat, pembahasan kedua jenis aral kreatifitas tersebut adalah sbb:

Aral pola pikir

Dalam konteks kreatifitas, dikenal dua pola berpikir. Pertama adalah pola pikir produktif yang artinya jika dihadapkan pada suatu masalah, seseorang akan berusaha menemukan cara berpikir berbeda, cara pandang baru (sekalipun tidak selalu orisinil), sikap dan perilaku berbeda, merespon dengan cara-cara non konvensional, bahkan unik. Pola semacam inilah yang membuka jalan dan selalu merangsang kreatifitas seseorang.

Kedua, adalah pola pikir reproduktif yang artinya jika dihadapkan pada masalah, seseorang akan cenderung merespon dengan cara yang sama, mengulang pola pikir atau cara pemecahan lama yang sudah terbukti berhasil. Itu sebabnya pola pikir reproduktif menjadi salah satu penyebab utama kekakuan berpikir, dan dengan demikian menjadi aral kreatifitas.

Seringkali, pola pikir reproduktif berlangsung secara mekanikal atau nyaris otomatis. Dan ini terkondisikan oleh hasil pendidikan model skolastik atau lingkungan yang menuntut cara-cara berpikir praktis dan sangat terstruktur. Sampai pada saat kita mentok dalam upaya pencarian variasi solusi, di titik itulah baru kita sadari keterbatasan pola pikir reproduktif.

Aral paradigma

Tak beda jauh dengan aral pola pikir adalah aral paradigma. Sebagai cara mempersepsi, memahami, dan menafsirkan dunia sekelilingnya, atau alat untuk melahirkan gambaran batin, paradigma seseorang sangat mempengaruhi kreatifitas. Seorang dengan paradigma anti konflik umumnya kurang menyukai perubahan, atau bahkan membenci perubahan yang lebih dianggap sebagai ancaman terhadap kemapanan daripada dipersepsi sebagai peluang perbaikan. Padahal, kreatifitas seringkali merupakan aktivitas yang melampaui kemapanan. Kreatifitas dapat terlahir atau terstimulasi melalui benturan, persinggungan, percampuran, dan penyatuan berbagai unsur yang berbeda atau bahkan saling bertentangan.

Aral keyakinan

Turunan dari paradigmaadalah keyakinan yang bisa menjadi pendorong atau justru menjadi faktor penghambat kreatifitas. Kreatifitas sering memunculkan output baru yang berlawanan atau bahkan mengalahkan hal lampau, mengalahkan senioritas, mengalahkan pengalaman, atau mengalahkan hirarki. Dalam hal keyakinan yang dianut menabukan inisiatif, mengharuskan penghormatan pada senioritas, hirarki, atau pengalaman misalnya, maka manifestasi kreatifitas umumnya relatif terhambat. Nah, sampai batas mana individu bisa mengelola aral ini, sampai pada batas itulah ia bisa menyediakan ruang kreatifitas bagi dirinya sendiri.

Aral ketakutan

Barangkali aral kreatifitas yang paling mudah dikenali adalah rasa takut. Aral ini bisa berupa takut diabaikan, takut dicemooh, takut dievaluasi, takut dihakimi, takut dianggap bodoh, takut pada ketidaksempurnaan, takut mencoba, takut ambil risiko, takut ide tidak berjalan seperti yang diharapkan, takut gagal, dll. Salah satu sebab mengapa banyak rapat-rapat kurang maksimal atau kurang kreatif adalah karena masih kuatnya aral ketakutan yang membelenggu para pesertanya. Pendek kata, kebanyakan rasa takut membuat seseorang cenderung enggan mewujudkan potensi dan mengembangkan kreatifitasnya.

Aral motivasional

Motif sangat mempengaruhi sikap, perilaku, keinginan, atau tindakan-tindakan sengaja lainnya. Tanpa motivasi orang cenderung tidak terdorong dan tidak tergerak untuk meraih sesuatu yang diinginkannya. Padahal kreatifitas sering menuntut satu rangkaian persiapan, pemikiran, pendefinisian persoalan, dan pemecahannya. Semuanya membutuhkan --dalam derajat tertentu-- usaha dan kerja keras. Bila motivasi rendah, orang cenderung kurang menyukai kerja keras, kurang tekun, dan enggan memanfaatkan kemampuan kreatifnya untuk memecahkan tantangan.

Aral kebiasaan

Sebagai perpaduan antara pengetahuan, ketrampilan, dan keinginan, maka kebiasaan pun jelas berpengaruh pada kreatifitas. Orang-orang kreatif umumnya memiliki kebiasaan- kebiasaan yang menstimulasi kreatifitas. Sementara orang- orang yang kurang kreatif juga memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu, yang sayangnya bisa meredam kreatifitas. Misalnya; suka menghindari masalah (bukannya mencari solusi), malas berpikir, menghindari tantangan, menghindari tanggung jawab, menghakimi ide-ide baru, berpuas diri, menghindari hal-hal imajinatif, dll. Dihadapkan pada kebiasaan-kebiasaan maka tantangan kreatifitas tidak ada artinya.

Aral sosial

Kreatifitas kadang bukan semata aktivitas individual sehingga langsung atau tidak juga dipengaruhi aspek sosial. Situasi sosial tertentu cukup apresiasif dan menghargai kreatifitas dengan layak sehingga bisa lebih memotivasi indvidu-individu untuk produktif dan kreatif. Sementara situasi sosial lainnya relatif kurang apresiasif atau bahkan mengekang. Pendidikan tradisional misalnya, sering dianggap sebagai salah satu produk sosial yang kurang memberi tempat bagi kreatifitas.

Aral organisasi

Kini organisasi bisnis menempatkan kreatifitas sebagai motor sekaligus bahan bakar inovasi. Sekalipun peran kreatifitas diakui besar, namun banyak organisasi gagal menyediakan lingkungan atau iklim yang kondusif bagi kreatifitas. Organisasi yang konservatif biasanya kurang merangsang kreatifitas. Sebut pula batasan-batasan seperti hirarki, aturan yang tidak fleksibel, ketiadaan wadah bagi ekspresi kreatif, egoisme antar departemen, buruknya komunikasi, atau situasi organisasi yang sangat terpolitisasi. Potensi kreatif individu sering tidak maksimal dalam iklim seperti ini.

Aral kepemimpinan

Dalam kehidupan sosial dan organisasional, faktor gaya kepemimpinan juga berpengaruh secara signifikan terhadap proses kreatifitas. Jika pemimpin organisasi kurang memberi ruang kebebasan, kurang bisa momotivasi, tidak mampu memberi tantangan, tidak mampu mengelola hasrat kreatif, kurang memberi penghargaan, tidak memberi kepercayaan, tidak mendukung, dan tidak mampu menciptakan lingkungan yang kondusif, maka kreatifitas individu-individu dalam organisasi jelas akan terhambat. Seberapa kreatif individu- individu dalam tim, namun jika tidak didukung oleh kemampuan manajemen kreatif pemimpinnya, hasilnya juga kurang menggembirakan.

Sumber: Mengenali Aral Kreatifitas oleh Edy Zaqeus

Psikologi Persuasi

SERI PSIKOLOGI PERSUASI ( 4 )

PRINSIP PEMBUKTIAN SOSIAL

Saat anda mulai membaca artikel ini, anda mulai merasa penasaran akan
kelanjutan kisah-kisah penelitian Robert B. Cialdini selanjutnya, dan membuat
anda membaca artikel ini sampai selesai. Prinsip keempat yang ditulis Cialdini
dalam bukunya yang berjudul The Psychology Influence Of Persuasion adalah
apa yang disebut dengan Prinsip Pembuktian Sosial, yang menyatakan bahwa
salah satu cara untuk menentukan apa yang bagus adalah dengan menemukan
apa yang dianggap bagus oleh orang lain.

Aplikasi prinsip ini yang paling familiar bagi kita adalah diterapkan nya tawa
rekaman dalam film-film humor. Suka tidak suka, suara tawa dalam rekaman
itu mempengaruhi psikologi kita sebagai audiens. Suara itu bisa mempengaruhi
selera humor kita, atau paling tidak menunjukkan kepada kita pada adegan apa
waktu yang pantas menurut orang lain untuk tertawa. Pada aplikasi lain, saya
pernah menemukan prinsip ini pada para pencari dana untuk lembaga-lembaga
sosial yang berkeliling door to door. Mereka menuliskan beberapa nama penyumbang
pada deretan pertama daftar donatur mereka dan mencantumkan jumlah yang
tidak kecil, minimal Rp 20.000,- atau Rp 50.000. Hal ini setidaknya akan
mempengaruhi psikologi para penyumbang setelah melihat jumlah uang
yang di sumbangkan oleh donatur sebelumnya, yang tidak jelas kebenarannya.
Mereka akan berpikir dua kali jika akan memberikan sumbangan Rp 5.000,-
atau bahkan hanya Rp 1.000,-.

Sedangkan para pelaku usaha menggunakan prinsip ini dengan menggunakannya
pada konsumen-konsumen mereka. Pemilik restoran sengaja membuat antrian
panjang diluar padahal masih banyak ruang kosong di dalam. Para salesman
diajarkan untuk menyebutkan sebanyak-banyaknya nama orang terkenal yang
menggunakan produk mereka. Sampai seorang konsultan penjualan bernama
Cavett Robert menyampaikan prinsip ini kepada para peserta training penjualan
yang dibawakan nya. Katanya, “Karena 95 persen orang adalah imitator dan hanya
5 persen yang merupakan inisiator, maka orang akan lebih mudah terbujuk oleh
tindakan orang lain dibanding dengan bukti lain yang kita tawarkan kepada mereka”.


Pada dunia pendidikan pernah diadakan penelitian terkait prinsip ini
yang dilakukan oleh seorang psikolog bernama Albert Bandura.
Bandura mengumpulkan anak-anak yang takut terhadap binatang anjing.
Perlakuan yang diberikan adalah anak-anak tersebut diminta untuk
melihat seorang anak kecil yang bermain dengan gembira bersama seekor
anjing selama 20 menit setiap hari. Penelitian ini menghasilkan perubahan
signifikan, dalam empat hari sebanyak 67 persen dari mereka ingin masuk
ke arena bermain dan tetap berada disana, bahkan setelah sebulan anak-anak
itu telah terbebas dari rasa takutnya terhadap binatang anjing.
Yang lebih menakjubkan ternyata tidak harus melihat langsung
contoh anak yang berani, namun dengan klip film yang menunjukkan
anak-anak berani pun bisa mengubah perilaku mereka.

Pengetahuan menarik yang dapat diambil dari prinsip ini adalah saat
anda mengalami kecelakaan atau penyakit mendadak dan membutuhkan
bantuan orang lain. Jika tidak ada minimal satu saja seorang inisiator
untuk menolong anda, maka kemungkinan besar tidak akan ada yang
menolong anda. Cara yang paling efektif untuk mengatasi masalah ini
adalah dengan menunjuk langsung seorang inisiator diantara mereka.
Pilihlah salah seorang dari mereka, kemudian katakan langsung pada
orang tersebut, “Anda tuan, ya anda yang memakai baju biru, tolong
telpon ambulans, saya benar-benar butuh pertolongan”.
Penunjukan langsung ini selain menimbulkan efek responsibilitas
terhadap orang itu, juga melumpuhkan prinsip pembuktian sosial
dari keacuhan orang-orang disekitarnya saat itu. Bahkan bisa membalikkan
respon orang-orang di sekitarnya untuk mengikuti pria berbaju biru itu
dalam menolong anda.

Pengalaman menarik yang baru saja saya alami adalah saat melihat
suara pembaca di salah satu koran nasional. Seorang pembaca yang juga
seorang pelanggan kartu selular dari salah satu operator selular di Indonesia
mengirimkan keluhannya atas iklan kartu selular itu di televisi.
Ia menyebutkan kecewa atas iklan itu dengan alasan tertentu dan
memutuskan untuk tidak menggunakan kartu selular itu lagi. Karena saya juga
merasa sebagai seorang pelanggan kartu selular itu, prinsip pembuktian sosial
bekerja pada diri saya, saya menyetujui pendapatnya dan membuat saya
hampir memutuskan untuk tidak menggunakan kartu itu lagi.
Hal yang menyadarkan saya adalah karena saya mengetahui adanya prinsip ini,
dan ditambah kartu selular saya sudah tersebar ke rekan-rekan saya.

Begitulah menariknya psikologi persuasi, semakin
Anda ingin mengetahui prinsip-prinsip Psikologi Persuasi yang berikutnya, semakin
Anda merasa percaya diri untuk melakukan persuasi.


Catur Suryopriyanto
Trainer & Motivator
www.sahabatsuryo.blogspot.com
YM : zhoeryooo@yahoo.com
"Get Your Glory Point"
Licensed NLP Practicioner dari NLP Society
Certified Hypnotherapist dari IBH

Label: ,